Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Vaksin Covid-19: Perspektif Fiqih Islam (Bagian 2/2)

Vaksin Covid-19: Perspektif Fiqih Islam (Bagian 2/2)


sambungan dari bagian 1

Hukum Syara’ Seputar Politik Kesehatan

Oleh: K.H. M. Shiddiq al-Jawi, S.Si, M.Si.

FIKIH – Terdapat 3 (tiga) macam kebutuhan masyarakat, yang dalam syariat Islam wajib ditanggung (dijamin) oleh negara secara cuma-cuma (gratis) yaitu pertama, pendidikan; kedua, kesehatan; dan ketiga, keamanan.

Semua pembiayaan tiga sektor tersebut sepenuhnya menjadi kewajiban negara. Rakyat mendapatkan tiga kebutuhan tersebut dari negara secara gratis. Meski dibolehkan rakyat mencukupi sendiri kebutuhan tersebut dari swasta secara berbayar. (Abdurrahman Al Maliki, As Siyasah Al Iqtishadiyyah Al Mutsla).

Dalil syar’i bahwa sektor kesehatan wajib ditanggung sepenuhnya oleh negara dan rakyat mendapatkan layanan kesehatan secara gratis adalah sabda Rasulullah Saw.,

“Imam (kepala negara) itu bagaikan penggembala dan dialah yang bertanggung jawab atas segala urusan rakyatnya.” (HR Muslim)

Dalil syar’i lainnya, bahwa Nabi Saw. pernah mendapat hadiah seorang tabib dari Raja Muqauqis di Mesir. Namun Nabi Saw. tidak menjadikan tabib itu khusus untuk dirinya, melainkan menjadikan tabib itu untuk melayani kesehatan kaum muslimin secara umum secara gratis, tanpa perlu membayar.

Berdasarkan politik kesehatan dalam syariat Islam ini, rencana pemerintah yang akan menjual vaksin kepada masyarakat, tidak sesuai dengan ajaran Islam. Entah dengan harga mulai Rp72.000 (keterangan awal dari Biofarma) atau mau dijual dengan harga Rp440.000 untuk dua kali suntik (rencana Menteri Erick Tohir).


Hukum Membeli Vaksin dari Cina

Pemerintah telah membeli vaksin Sinovax dari Cina. Yang perlu dikritisi dalam sudut pandang Islam, Cina adalah negara kafir harbi secara de facto (daulah muhaaribah fi’lan). RRC terbukti menyiksa dan membunuh banyak umat muslim etnis Uighur di Provinsi Xinjiang.

Padahal syariat Islam telah mengharamkan umat Islam untuk bermuamalat dengan negara kafir harbi fi’lan. Seperti muamalat perdagangan, termasuk jual beli vaksin. Karena perdagangan ini akan memperkuat negara Cina yang memusuhi umat Islam saudara kita sesama umat Nabi Muhammad Saw.

Memang pada dasarnya boleh hukumnya umat Islam bermuamalah dengan nonmuslim. Seperti berjual beli, utang piutang, dan sebagainya. Selama nonmuslim itu tidak memusuhi atau memerangi umat Islam.

Hal ini sesuai firman Allah SWT,

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS Al Mumtahanah: 8)

Namun, jika nonmuslim memusuhi atau memerangi umat Islam, menjadi haram hukumnya bermuamalat dengan mereka. Sesuai firman Allah SWT,

“Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS Al Mumtahanah: 9)

Maka dari itu, haram hukumnya melakukan muamalat dengan nonmuslim yang memusuhi atau memerangi umat Islam. Karena muamalat ini adalah bentuk tolong menolong (ta’awun) dalam dosa dan pelanggaran syariat yang telah dilarang oleh Allah SWT.

Allah SWT berfirman, “Dan janganlah kamu tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS Al Maidah: 2). Wallahu a’lam bishshawab.

Post a Comment for "Vaksin Covid-19: Perspektif Fiqih Islam (Bagian 2/2)"