Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Muslim Bersikap Netral

Muslim Bersikap Netral


BOLEHKAH MUSLIM ITU BERSIKAP NETRAL ???

SAYA atau KAMU,
SAMPEYAN or KULO,
LOE or GUE...!!!


Ada yang mengatakan bahwa dalam konteks zaman now sebelum dan setelah pemilu sekarang terjadi pengkotak-kotakan, satu muslim sebagai "yang benar" sedangkan satu Muslim lagi sebagai "yang salah", sehingga bisa seenaknya memberi label "Munâfiq” dan "Kâfir”. Sangat mengerikan.... 
Bahkan menurutnya itu sudah melebihi hak Allah sebagai Yang Maha Menentukan.
Menurutnya lagi, siapa saja yg mengucap kalimah Syahadatain, maka tdk boleh dikatakan sebagai "Munâfiq”* atau "Kâfir” hanya karena mereka punya cara pandang yg berbeda dalam masalah memilih pemimpin daerah.

Lalu benarkah demikian…???

Mari kita coba simak dan telisik...

Pertama,
justru di dalam beragama itu kita harus berpihak dan memilih pihak. Itulah yg namanya aqidah al-Walâ’ wa al-Barô’.
Siapa saja yg tdk paham al-Walâ’ wa al-Barô’,
maka artinya belum tahu apa-apa tentang Tauhîd lâ ilâha ilallôh wahdahu lâ syarîkalah, Muhammadan ‘abduhu wa rosûluhu.
Sehingga sangat perlu dipertanyakan pemahamannya terhadap Islâm.

Ibadah bukan cuma suatu ritual belaka, tetapi ia harus dibangun dgn dasar keyakinan di hati, "Imân, Tauhîd kpd Allah Subhânahu wa Ta'âla”.

Dalam beragama justru kita harus memihak, tidak ada ceritanya netral atau Politically Correctness à la Barat.

Ketika Nabiyullôh Ibrôhîm as dibakar oleh Raja Namrud di atas gunungan kayu bakar raksasa, semua binatang berpihak kpd Nabî Ibrôhîm 'alaihisallam dgn berdo’a kpd Allah Subhânahu wa Ta‘âla.

Adapun semut diabadikan secara khusus di dalam hadîts, membawakan setetes air utk memadamkan api, sehingga dimuliakanlah semut selamanya.
Sementara tokek dan cicak, malah menjadi peng-hembus2 api agar semakin besar, sehingga dihinakanlah mereka selamanya.

Keberpihakan tsb adalah ajaran dasar sekali, basic understanding of Tauhîd.

Adapun Islâm dan syari‘at yang dibawa oleh Rosûlullôh, Nabî Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam, adalah agama yang sempurna, perfect, komplit-lengkap, khaffah.
(bukan Agama prasmanan, yang bisa di pilih-pilih mana yang suka & mana yang tidak suka...!!)

Bukan hanya mengatur ibadah ritual semata…
Hidup ini mulai dari A s/d Z diatur oleh syari‘at Islâm.
--Dari mulai konsepsi sampai menguburkan mayyit saja ada dzikir dan tata-caranya.
--Dari mulai mencari jodoh sampai bagaimana berbakti kepada orangtua yang telah wafat saja ada aturan dzikir dan tata-caranya.
--Dari ujung rambut (hairdo, mengecat), sampai ujung kaki (cara pakai alas kaki) ada aturan dzikir dan tata-caranya.
--Dari mulai bangun, beraktifitas sehari-hRI, sampai pada mau kembali tidur lagi saja ada aturan dzikir dan tata-caranya.

Jadi, mungkinkah masalah sekrusial memilih pemimpin dan politik dibiarkan tanpa ada petunjuknya…???

Maka dari itu, petunjuk Allah Subhânahu wa Ta‘âla dalam beragama Islâm adalah harus secara kâffah (menyeluruh/totalitas) - tidak bisa à la prasmanan, ambil yang mana suka dan tinggalkan yang tidak disukai.

Maka sungguh sangat keliru mengatakan: "When it comes to judging others, itu adalah hak prerogatif Allah semata”.
Ini adalah betul2 sangat keliru…!!! Ini adalah bersumber dari pemikiran para SEKULER...!!!

Coba kita buka al-Qur-ân dan al-Hadîts.

Lalu baca dengan perlahan artinya, kemudian baca tafsir ayat atau syarah hadîtsnya…
Kemudian resapi… & aplikasi kan...

Maka akan kita temukan predikat golongan manusia, di antaranya :

1. Muhsin;
2. Mu’min;
3. Muslim;
4. Munâfiq;
5. Kuffâr;
6. Musyrik.

Jadi siapa yg menggolongkan manusia...?
Jelas Allah dan Rosûl-Nya.

Untuk apa?
Yaitu sebagai standar bagi orang2 berîmân agar tahu menempatkan dirinya ada di mana.
Agar tahu siapa lawannya, dan agar tahu kpd siapa ia harus berpihak...!!!

Kedua,
semua "Rukun Islâm” itu bisa batal.
Hajji bisa batal;
Puasa bisa batal;
Zakat bisa batal;
Sholât bisa batal;
Lalu kenapa Syahadat tidak bisa batal…???

Makanya ada konsep "Nawâqidhul Islâm” Pembatalan KeIslâman*]

Begitu jelas dalil-dalil tentang Nawâqidhul Islâm ini di dalam al-Qur-ân dan al-Hadîts.

Bukankah dahulu Kholîfah Abu Bakar ash-Shiddîq radhiyallahu 'anhu memerangi orang-orang yang mengucap syahadat tetapi tidak mau membayarkan zakat..?
Bukankah dahulu Kholîfah Abu Bakar ash-Shiddîq radhiyallahu 'anhu memerangi orang-orang yang mengucap syahadat tetapi mengakui Musailamah si pendusta sebagai Nabî..?

Begitu juga Munâfiq,
maka jelas juga ayat dan hadîts tentang bagaimana ciri orang Munâfiq itu, serta tentunya tentang bagaimana memperlakukan mereka.

Maka kalau dikatakan tidak boleh judging,....lalu utk apa dalil-dalil tentang apa ciri orang Kâfir itu dan bagaimana memperlakukannya..?
Untuk apa dalil-dalil tentang ciri orang Munâfiq itu dan bagaimana memperlakukannya..?

Apakah semua dalil-dalil dalam al-Qur-ân dan al-Hadîts itu hanya sekadar menjadi kata-kata indah penghias saja…?
Masuk akalkah…?

Marilah berpikir dgn standar Islâm, jangan memakai standar ganda Sekularisme - Pluralisme - Liberalisme dgn nama Politically Correctness à la Barat itu.

Pedoman jalan kita sebagai Muslim adalah al-Qur-ân dan as-Sunnah, bukan jalannya orang-orang sesat dan dimurkai dari kalangan Kâfir dan Munâfiq.

SANGSI ALLAH BAGI YANG NETRAL

ABU HASAN~313

Netral dan pasif ketika melihat kezaliman adalah kesalahan fatal. Mobil saja dalam posisi netral, tidak bisa maju, atau mundur.

Mengapa demikian..? 
Karena Allah mewajibkan bagi setiap muslim agar mengambil sikap yang jelas.

Berada pada posisi remang-remang atau posisi abu-abu, terkadang menjadikan manusia terlihat tidak berpihak dan netral, lebih aman dan tidak beresiko...!!

Namun demikian rasa aman mereka tidak akan lama, semu dan akan segera pudar.

Kita meyakini dengan pasti hanya perlindungan Allah yang abadi, berkesinambungan dan kekal. Tak seorang pun mampu meloloskan dirinya dari pandangan-Nya, hukuman-Nya dan azab-Nya...!!

قال الله تعالى : وعِزَّتِي وَجَلاَلِي لأَنْتَقِمَنَّ من الظالمِ في عاجلهِ وآجله، ولأنتقمنَّ ممّن رأى مظلوماً فقدرَ أن ينصرهُ، ولم يفعلْ.

Allah berfirman dalam hadits qudsi:
Demi keagungan-Ku dan kemuliaan-Ku pasti aku akan balas dengan siksa siapapun pelaku kezaliman cepat atau lambat, dan Aku pasti balas dengan siksa siapapun melihat seorang yang dizalimi dan dia mampu untuk membela, namun ia tidak membela.
Ancaman Allah ini jelas sekali berlaku pada pelaku kezaliman dan siapapun yang membiarkan kezaliman. Para pejabat, ulama dan politisi muslim, seharusnya tidak diam melihat KRIMINALISASI ulama dalam era rezim saat ini, hitunglah berapa orang ulama yang masih dalam bui yang dilakukan oleh rezim ini.

Bersuaralah sebagai bukti bahwa kalian tidak berpihak pada kezaliman...!!!

Namun jika kalian diam dan pasif, maka anda telah menjadi SYETAN BISU, maka tunggulah azab Allah yang pedih akan segera menghampiri kalian. Di Akhirat kelak Allah tidak menyediakan tempat bagi manusia netral. Di sana hanya ada surga dan neraka, bersama Rasulullah SAW atau para penentang ajaran Nya.

Wallahualambisawab...

Post a Comment for "Muslim Bersikap Netral"